
Masih nggak percaya deh rasanya pas ngeliat kalau blog post terakhir yang aku tulis ternyata sudah 6 bulan yang lalu. Itu artinya 6 bulan terakhir ini aku belum berbagi apapun di sini. Hiks. Meskipun memang di rumah aja, tapi dalam 6 bulan ini ada beberapa catatan penting di hidup kami, seperti suami pindah kerja, staycation ke Puncak, lahirnya keponakan baru, dan yang paling seru adalah menghabiskan beberapa pekan di Bali pada Desember 2020 lalu.
Ke Bali saat pandemi, emangnya aman? Itu pasti pertanyaan beberapa orang. Aku dan suamipun sudah siap melawan stigma beberapa teman yang mencibir, “Pandemi ko jalan-jalan sih?” Oh well, padahal sejatinya di manapun kita berada, Bali atau Jakarta, nggak ada yang sepenuhnya aman — semua punya resikonya masing-masing. Tugasku sebagai Ibu dan Istri adalah memastikan protokol kesehatan diterapkan sebaik-baiknya kapanpun dan dimanapun, untuk mencegah hal-hal yang nggak diinginkan.
Perjalanan Jakarta-Bali
Ada banyak alternatif perjalanan ke Bali, tapi kami memutuskan untuk jalan darat dan laut saja. Lebih lelah memang, tapi pengalaman yang luar biasa bagi kita sekeluarga. Perjalanan ditempuh dari Jakarta ke Malang (karena suami sekalian pulang kampung), lalu lanjut dari Malang ke Bali. Begitu pula sebaliknya. Nggak ada macet sama sekali — semua lancar tanpa hambatan, pulang dan pergi.
Anak rewel? Tentu dong, tapi semuanya masih bearable. Anak bosen? Pasti lah, tapi semua masih manageable. Kebetulan aku membawa 2 ART-ku juga ke Bali, sehingga mereka cukup banyak membantu mempermudah segalanya, termasuk menemani main-main selama di mobil agar nggak bosan.
Memilih Akomodasi
Selama kurang lebih 3 minggu di Bali, kami 3 kali berpindah lokasi: Uluwatu, Kerobokan dan Petitenget. Meski Canggu adalah area favorit kami, tapi nggak ada Canggu kali ini. Area Canggu terlalu padat dan masih banyak turis-turis asing bandel yang nggak pake masker — bertolak belakang banget dengan situasi di Uluwatu yang seperti kota mati saat kami tiba. Saking sepinya, kami menghabiskan sarapan, makan siang dan makan malam sebagian besar di hotel. Selain pilihan makan di luar yang nggak banyak (karena tutup), kamipun nggak diperbolehkan pesan GoFood atau GrabFood ke dalam hotel (karena keduanya dilarang di Uluwatu).
Di Uluwatu, kami menginap di Anantara Resort & Spa. Seperti layaknya hotel-hotel saat pandemi, banyak fasilitas bermain anak yang ditutup. Beruntung karena kami memilih beach-front suite, sehingga anak-anak punya whirpool sendiri di kamar. Setiap haripun kami cukup menikmati pantai dari balkon kamar.


Di Kerobokan dan Petitenget, kami menginap di villa yang kami pesan melalui AirBnb. Kedua area ini sengaja kami pilih karena aksesnya yang dekat dengan berbagai restoran atau cafe yang kami suka. Sehingga saat kami craving beberapa makanan, kami cukup berjalan kaki atau memesan GoFood atau GrabFood aja.
Bagi kami yang kebetulan ke Bali dalam waktu yang cukup lama serta membawa 2 ART, villa adalah pilihan yang paling ideal. Selain ART bisa punya area terpisah yang privat, kami punya dapur lengkap dengan area bermain yang luas untuk anak-anak. Meski hanya berempat, kami menyewa villa 3 kamar, sehingga 1 kamar kosongnya bisa digunakan sebagai area bekerja untuk suamiku yang bekerja remote setiap harinya.
Hampir setiap hari aku memasak sendiri di villa. Belanjapun biasanya cukup berjalan kaki ke pasar terdekat, supermaket, atau melalui Keranjang Hijau (silakan check IG-nya di sini ya, mereka helpful banget).
Memilih Tempat Makan
Ada banyak restoran dan beach club terkenal yang sudah mulai buka dan beroperasi saat kami di Bali, tapi nggak semuanya kita kunjungi. Kita benar-benar sangat picky dan selalu datang dengan reservasi. Saat reservasi, kita selalu memastikan beberapa hal ini: 1) mendapatkan duduk di spot yang kita mau dan outdoor, 2) memastikan bahwa ada jarak yang cukup antara kami dan konsumen lain.
Repot ya? Iya sih, tapi semua ini demi anak-anak juga. Saat tiba di lokasipun, aku biasanya screening ulang dulu. Kalau ternyata terlalu ramai, biasanya sih nggak jadi.
Memilih Tempat Wisata
Karena kebetulan memang mager kemana-mana, akhirnya kita memutuskan untuk ke Bali Zoo. Saladin dan Sophia happy banget kalau urusan lihat-lihat binatang. Saat kami datang, Bali Zoo nggak terlalu ramai, bahkan cenderung sepi. Sepertinya aku inget momen makan siang sendirian diantara ratusan kursi yang tersusun rapih di restorannya. Ini pertama kalinya aku ke Bali Zoo lagi sejak beberapa tahun lalu — and they’ve changed a lot! Banyak banget wahana baru yang direstrukturisasi sehingga lebih bersih dan cantik.

Terus ke mana lagi? Jujur, nggak ada. Hehehe. Sisanya hanya kami habiskan di pantai untuk bermain pasir, jalan-jalan naik mobil, dan berenang di villa aja. Selama anak-anak happy, nggak penting kemana-mana lagi ko. Kalo aku dan suami sih, selama bisa pesen kopi dan pastry enak lewat ojol, pasti udah beres.
Sisanya, aku dan suamiku rajin berolahraga dengan lari pagi 4-5 kilometer setiap hari. Biasanya larinya excuse sih, agar kita bisa sarapan pagi-pagi sambil cari kopi enak di sekitaran villa aja. Hehehe.
Tips ke Bali Selama Pandemi
- Pastikan kondisi benar-benar fit dan sehat. Sebelum berangkat, kami juga melalukan test antigen (meski dulu belum diwajibkan seperti sekarang).
- Nggak naik kendaraan umum. Selama masih bisa menggunakan properti pribadi, kenapa enggak?
- Picky saat memilih penginapan. Riset, riset, riset! Kalau reservasi di hotel, baca review dan tanyakan protokol kesehatannya. Kalau reservasi di villa, pelajari review tamu-tamu sebelumnya. Jika perlu, hubungi host-nya agar bisa menanyakan semua hal-hal yang perlu kita ketahui.
- Bawa obat-obatan, vitamin dan hygiene kit. Kalo Perlu, bawa thermometer dan oximeter terus di dalam tas.

- Selalu makan di area terbuka dan hindari tempat-tempat indoor. Ini wajib sih bagi kami. Kalau ada craving makanan di restoran yang hanya punya area indoor, pesan lewat ojol aja.
- Hindari tempat-tempat yang ramai dan perhatikan juga crowdnya. Jika banyak yang nggak pakai masker, meskipun sepi, lebih baik pulang lagi aja.
- Hindari menggunakan fasilitas umum, apalagi yang kita nggak yakin kebersihannya.
- Siapkan dana darurat. Ke Bali saat pandemi butuh banyak kesiapan mental dan material. Dana darurat penting saat kita merasa perlu test antigen atau PCR lagi.
Intinya, kalau kata Gojek, “It’s OK to be Lebay!” Hehehe.

Ingat ya, tulisan ini nggak bermaksud untuk ngasih tau bahwa ke Bali adalah hal yang aman untuk dilakukan. Seperti yang aku bilang, di Bali atau di Jakarta, semua punya resikonya masing-masing — jangan pernah lupakan itu! Intinya adalah bagaimana kita berusaha semaksimal mungkin agar nggak lengah dan fokus pada protokol kesehatan. Sisanya, serahkan sama Allah SWT, karena sakitnya manusia kan atas izin dari Allah? 🙂
Pertanyaan terakhir: perlukah ke Bali di saat seperti ini? Bagiku dan keluarga, jujur perlu banget. Prinsipku dan suami adalah kesehatan mental juga sama pentingnya dengan kesehatan fisik. Aku dan suami nggak pernah menyesal telah menghabiskan beberapa minggu terakhir kami di 2020 di Bali — pulau yang kami cintai. We’re now fully refreshed and ready to welcome 2021 with arms wide open!

~ Salsabila Maharani Boekoesoe
Hi kak, salam kenal sy Boris dr jakarta. Lg mau merencanakan juga utk road trip ke Bali dng 3 anak. Kalau boleh tau, sepanjang jalan untuk masalah buang air anak2 bagaimana? Ini salah satu concern terbesar sih karna di jalan juga akan lama banget kan dan anak2 pasti mulai bosan dan mencari2 alasan utk turun (salah satunya buang air). Apa ada rest area atau stopping point yang baik?
Terima kasih sebelumnya
LikeLike